Secara umum PSAK 24 adalah mengatur
pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan.
Latar belakang Penerapan PSAK 24
tentang Imbalan Kerja adalah: Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13
Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara pemberian imbalan-imbalan di
perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan imbalan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Imbalan-imbalan di UUK tersebut
dapat diatur lebih lanjut di Peraturan Perusaaan (PP) atau di Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) antara Perusahaan dan Serikat Pekerja dan tentu saja merujuk
kepada ketentuan di UUK.
Dengan berlakunya UUK ini
mengakibatkan perusahaan akan dibebani dengan jumlah pembayaran pesangon yang
tinggi terutama untuk perusahaan yang memiliki jumlah karyawan ribuan orang.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan terganggunya cash flow
perusahaan akibat dari ketentuan dalam UU No. 13 tahun 2003 tersebut, maka PSAK
No. 24 mengharuskan perusahaan untuk membukukan pencadangan atas kewajiban
pembayaran pesangon/imbalan kerja dalam laporan keuangannya. Pernyataan ini
mengharuskan pemberi kerja (entitas) untuk mengakui:
- Liabilitas,
jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalah kerja
yang akan dibayarkan di masa depan; dan
- Beban,
jika entitas menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang
diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.
Imbalan Kerja
Imbalan kerja (employee benefits)
adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam pertukaran
atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak kerja.
Jika dilihat dari jenis imbalan
kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di PSAK-24 adalah sebagai
berikut:
- Imbalan
Kerja Jangka Pendek:
Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12 bulan. Contoh dari
Imbalan Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial, cuti
tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12
bulan pada periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk uang
(imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara
cuma-cuma atau memalui subsidi).
- Imbalan
Pasca Kerja:
Yaitu imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak
aktif lagi bekerja. Contoh dari Imbalan Pasca Kerja ini adalah : Imbalan
Pensiun, Imbalan asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja.
Jika dikaitkan dengan penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja
yang tercantum di perundangan ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun,
Meninggal Dunia, Disability/cacat/medical unfit dan mengundurkan diri.
- Imbalan
Kerja Jangka Panjang:
Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh dari
Imbalan Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan
masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat
dari emas dan lain-lain.
- Imbalan
Pemutusan Kontrak Kerja (PKK): Yaitu imbalan kerja yang diberikan karena perusahan
berkomitmen untuk: (1) Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum
mencapai usia pensiun normal, atau (2) Menawarkan pesangon PHK untuk
pekerja yang menerima penawaran pengunduran diri secara sukarela (golden
shake hand). Imbalan ini dimasukan kedalam pernyataan PSAK-24, jika dan
hanya jika perusahaan sudah memiliki rencana secara jelas dan detail untuk
melakukan PKK dan kecil kemungkinan untuk membatalkannya.
Salah satu ketentuan di UUK adalah
mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan perusahaan
kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca kerja=setelah
kerja).
Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut
secara akuntansi harus di cadangkan dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca
kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep akutansi yaitu accrual
basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan dalam
PSAK-24, yaitu:
- Imbalan
Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun;
- Imbalan
Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit Berkepanjangan/Cacat;
- Imbalan
Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia;
- Imbalan
Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri.
Keempat imbalan kerja di atas harus
dihitung oleh perusahaan, karena ke-empat imbalan kerja tersebut termasuk dalam
prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern (berkelanjutan).
Alasan kenapa perusahaan harus menerapkan PSAK-24 adalah:
- Adanya
prinsip akutansi accrual basis. Penerapan PSAK-24 pada perusahaan adalah
sesuai prinsip akutansi accrual basis, yaitu perusahaan harus
mempersiapkan (mencadangkan/mengakui) utang (liability), untuk
imbalan yang akan jatuh tempo nanti.
- Tidak
ada kewajiban yang tersembunyi. Artinya jika didalam laporan keuangan
tidak ada account untuk imbalan pasca kerja (melalui PSAK 24), maka secara
tidak langsung perusahaan sebenarnya “menyembunyikan” kewajiban untuk
imbalan pasca kerja.
- Berkaitan
dengan arus kas, jika ada karyawan yang keluar karena pensiun dan
perusahaan memberikan manfaat pesangon pensiun kepada karyawan tersebut,
maka pada periode berjalan perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang
yang mengurangi laba perusahaan. Jika dari awal perusahaan sudah
mencadangkan imbalan pensiun ini (imbalan pasca kerja), maka imbalan
pensiun yang dibayarkan tersebut tidak akan secara langsung mengurangi
laba, akan tetapi akan mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban atas
imbalan pasca kerja yang telah di catatkan perusahaan di laporan keuangan.
PSAK 24 Imbalan Kerja Revisi 2013
PSAK 24 Imbalan kerja Revisi 2013
akan efektif berlaku pada 1 Januari 2015. Terdapat tiga perubahan besar dalam
PSAK tersebut yaitu:
- Cara
perhitungan beban imbalan kerja dengan menggunakan bunga neto
- Pengakuan
laba rugi akturial sebagai penghasilan komprehensif lain
- Tambahan
pengaturan mengenai pengungkapan
Perbedaan Laporan Keuangan PSAK dengan IFRS
Pengungkapan dan Penyajian Laporan Keuangan ( IAS 1; PSAK 1
REV 1998)
No.
|
Perbedaan
|
IFRS
|
PSAK
|
||||||||
1
|
Komponen Laporan Keuangan yang Lengkap
|
Komponen laporan keuangan lengkap terdiri atas:
Laporan posisi keuangan (neraca)
Laporan laba rugi komprehensif
Laporan perubahan ekuitas
Catatan atas laporan keuangan
Laporan posisi keuangan komparatif
awal periode dan penyajian retrospektif terhadap penerapan kebijakan
akuntansi
|
Komponen laporan keuangan lengkap terdiri atas:
Neraca
Laporan laba rugi
Laporan perubahan ekuitas
Laporan arus kas
Catatan atas laporan keuangan
|
||||||||
2
|
Pengungkapan dalam Laporan Posisi Keuamgan (Neraca)
|
Berdasarkan ilustrasi IFRS:
|
Berdasar PSAK:
|
||||||||
3
|
Istilah Minority Interest
|
Istilah minority interest (hak minoritas) diganti menjadi
non controlling interet (hak non pengendali) dan disajikan dalam Laporan
perubahan ekuitas.
|
Menggunakan istilah hak minoritas
|
||||||||
4
|
Pos luar biasa (extraordinary item)
|
Tidak mengenal istilah pos luar biasa (extraordinary item)
|
Masih memakai istilah pos luar biasa ( extraordinary item)
|
||||||||
5
|
Penyajian liabilitas jangka panjang yang akan dibiayai
kembali
|
Liabilitas jangka panjang disajikan sebagai disajikan
sebagai liabilitas jangka pendek jika akan jatuh tempo dalam 12 bulan
meskipun perjanjian pembiayaan kembali sudah selesai setelah periode
pelaporan dan sebelum penerbitan laporan keuangan
|
Tetap disajikan sebagai liabitas jangka panjang
|
Persamaan PSAK dan IFRS
1. Item luar biasa:
Tidak menggunakan istilah
tetapi membutuhkan pengungkapan yang terpisah untuk menjelaskan
kinerja dari suatu entitas.
2. Laporan Perubahan Ekuitas:
Pernyataan yang menunjukkan transaksi modal pemilik, pendapatan dan
pengeluaran. Penyajian tersebut berupa penyajian primer.
3. Laporan Arus Kas.
Definisi kas dan setara kas: Kas dan setara kas dengan
jatuh tempo jangka pendek.
4. Perubahan kebijakan akuntansi:
Penyajian kembali yang komparatif dan laba ditahan sebelum tahun pembukuan.
5. Koreksi kesalahan:
Penyajian yang komperatif
6. Perkiraan perubahan akuntansi:
Dilaporkan sebagai laporan pendapatan pada arus periode.
7. Laporan keuangan konsolidasi
Tujuan khusus entitas,Dimana substansi konsolidasi menunjukkan hubungan
pengendalian.
8. Tujuan standar:Agar laporan keuangan dapat
di perbandingkan baik dengan laporan keuangan perusahaan periode
sebelumnya maupun dengan laporan keuangan perusahaan lain.
9. Penerapan Dapat diterapkan di perusahaan laba dan non laba, namun butuh
penyesuaian untuk perusahaan non laba.
Prinsip Dasar Pencatatan Accrual
Basis dan Going Concern
Dasar pencatatan akuntansi yang digunakan adalah accrual basis, maka baik untuk
pendapatan maupun beban akan dilaporkan dalam laporan laba rugi dalam periode
dimana pendapatan dan beban tersebut terjadi, tanpa memperhatikan arus uang kas
masuk ataupun arus uang kas keluar.
Bilamana laporan keuangan disusun atas suatu
dasar kelangsungan hidup (going concern), maka dianggap bahwa entitas
akan melanjutkan operasinya untuk masa mendatang. Dengankata lain, diasumsikan
bahwa entitas tidak bertujuan untuk dilikuidasikan atau secara
materialmembatasi skala operasinya, di masa mendatang, yang mana menurut IAS1
yaitu paling tidaksuatu periode dua belas bulan dari akhir suatu periode
akuntansi. Bagaimanapun juga, bilamana ada keraguan yang signifikan dimasukkan
pada kemampuan entitas untuk dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan hidup dan
dengan demikian suatu asumsi yang semacam ini tidak layak, maka laporan
keuangan perlu disusun aras suatu dasar yang berbeda dan jika demikian, maka
asumsi dasar yang digunakan harus diungkapkan.
Asumsi kelangsungan hidup juga dijelaskan didalam lAS 1 yang
mengharuskan manajemen melakukan suatu penilaian mengenai kemampuan suatu
entitas untuk diteruskan atau dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan hidup,
ketika menyusun laporan keuangan.