Perayaan hari Lebaran sudah usai. Itu pertanda dimulainya
sebuah “arus urbanisasi” penduduk menyerbu kota-kota besar. Jakarta, salah satu
kota yang dianggap paling menjanjikan bagi kaum urban, akan menjadi sasaran
utama. Merespon persoalan ini, Pemerintah daerah DKI Jakarta paling-paling
mengambil solusi konvensional yang tidak manusiawi: operasi yustisia
(kependudukan). Pemda DKI akan segera melabeli para pendatang baru sebagai
pendatang illegal. Para pendatang itupun ditangkapi, lalu dipulangkan ke daerah
masing-masing.
Tetapi solusi konvensional itu sudah terbukti tidak mujarab.
Sebab, solusi itu tidak menyentuh kepada akar persoalan: ketidak-merataan dalam
pembangunan. Kita bisa melihat kenyataan
adanya kesenjangan itu: ada wilayah yang sangat maju, tapi ada pula yang sangat
terbelakang.
Dari segi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seluruh
provinsi, daerah yang mengalami IPM rendah rata-rata berada di Indonesia bagian
timur. Ketidakmerataan pembangunan itu sebagian adalah warisan kolonialisme dan
orde baru. Kolonialis Belanda membuka pusat-pusat ekonomi di wilayah tertentu.
Sebagian besar di pulau Jawa dan Sumatera. Sementara rejim orde baru, dengan
pola kekuasaan yang sentralistik, mengkonsentrasikan pembangunan di Pulau Jawa.
Untuk mengatasi persoalan urbanisasi di Jakarta, tentu
tanggung jawab tidak bisa ditimpakan begitu saja kepada Pemda DKI. Pemerintah
pusat harus mengambil peran yang lebih dominan. Mengingat bahwa penyelesaian
disparitas pembangunan ini bertumpu pada strategi pembangunan nasional.
Pemerintah harus mengakhiri situasi itu. Terobosan pertama
yang paling mendesak adalah membangun kembali sektor pertanian: reforma
agraria, kredit mikro bagi petani, jaminan pasar terhadap produk pertanian, dan
dukungan industri olahan. Terobosan lainnya adalah pembangunan dan perbaikan
infrastruktur di daerah-daerah yang masih terbelakang. Ini juga perlu dibarengi
dengan perbaikan layanan publik, seperti sarana pendidikan, kesehatan, dan
lain-lain.
Yang tidak kalah penting adalah penciptaan lapangan kerja di
luar Jakarta. Ini dapat dilakukan dengan mendorong pembangunan industri. Pemerintah
daerah juga diharapkan punya kreatifitas untuk mengolah potensi ekonomi di
daerah dan mengembangkannya untuk kemakmuran rakyat. Tidak seperti sekarang,
pemerintah daerah hanya bertindak layaknya “tukang obral”, dengan menjual semua
potensi kekayaan alam kepada investor asing.
0 comments:
Post a Comment