Tuesday, July 1, 2014

Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/Beras



Salah satu masalah klasik yang sering dialami petani padi adalah anjloknya harga jual gabah / beras pada saat panen raya, dan meningkatnya harga pada saat diluar panen. Kondisi tersebut menyebabkan petani menjadi rugi dan usahatani padi tidak menguntungkan. Selain itu, kenaikan harga beras dapat menimbulkan gejolak sosial mengingat beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berupaya membuat regulasi/kebijakan perberasan agar gabah/beras petani dibeli dengan harga tertentu yang bisa memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Selain itu, beras dijual ke masyarakat/konsumen diatur dengan harga tertentu sehingga masyarakat mampu mengakses dalam batas wajar. Kebijakan tersebut dikenal dengan istilah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) procurement price policy.
Penetapan HPP dilakukan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, pengembangan ekonomi pedesaan, stabilitas ekonomi nasional, peningkatan ketahanan pangan, dan dalam rangka pengadaan cadangan pangan. HPP gabah yang ditetapkan pemerintah diharapkan menjadi “semacam harga minimum” (floor price) yang berfungsi sebagai referensi harga (price reference) bagi petani dan pedagang yang melakukan transaksi jual-beli gabah/beras.
Badan Ketahanan Pangan berperan besar dalam penyusunan kebijakan HPP gabah/beras. Kegiatan yang dilakukan BKP dalam proses penyusunan HPP gabah/beras antara lain melakukan kajian/analisis harga nasional dan internasional, analisis usaha tani, analisis usaha perdagangan dan pengolahan gabah/beras untuk memperoleh informasi besaran harga pembelian pemerintah (HPP) gabah/beras yang bisa melindungi petani dan konsumen. Penetapan HPP gabah/beras pertama kali dilakukan pada tahun 2002 yang dituangkan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2002. Sampai tahun 2012, sudah 8 (delapan) kali ditetapkan kebijakan HPP gabah/beras untuk menyesuaikan situasi perberasan dalam negeri, terutama akibat perkembangan harga yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Beberapa hal yang mendasari perubahan kebijakan HPP antara lain penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM), seperti kejadian pada tanggal 1 Oktober 2005 terjadi kenikan solar sebesar 124 persen yang berdampak sangat besar terhadap kinerja sektor pertanian. Untuk mempertahankan profitabilitas usahatani padi agar usaha tani padi menguntungkan (minimal 30 persen), pemerintah mengeluarkan kebijakan perberasan baru melalui Inpres No. 13/2005 yang menaikan HPP gabah/beras.
Faktor lain yang menyebabkan perubahan HPP adalah harga gabah/beras di pasaran yang jauh lebih tinggi dibanding HPP, seperti pada akhir Tahun 2006 sampai awal 2007, harga gabah/beras sekitar 40-60 persen di atas HPP. Hal ini menyebabkan Bulog tidak dapat memenuhi target pengadaan gabah/beras pemerintah, sehingga pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan perberasan melalui Inpres No. 3 Tahun 2007.
Kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk subsidi pada April 2010 yang berdampak pada tingginya usahatani padi, juga menjadi salah satu alasan pemerintah kembali menaikkan HPP sebesar 10 persen dengan mengeluarkan Inpres No. 7 Tahun 2009 yang mulai diberlakukan pada Januari 2010.
Di tingkat konsumen, kebijakan perberasan dengan penetapan HPP juga dinilai cukup efektif mengendalikan harga beras dalam negeri. Pada Januari 2008, dunia internasional sedang mengalami krisis pangan yang menyebabkan harga komoditas pangan penting seperti beras, jagung, kedelai dan gandum melonjak tajam. Melonjaknya harga beras dunia pada periode tersebut tidak mempengaruhi harga beras dalam negeri.

Sumber

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More