Bab
12
Perlindungan
Konsumen
Hakim
Gugat Lion Air Rp 11 Miliar
Beritabali.com,
Denpasar. Gara-gara penerbangan
ditunda alias delay, maskapai penerbangan Lion Air digugat oleh salah satu
hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Denpasar, IGB Komang Wijaya Adhi.
Kuasa Hukum Wijaya Adhi, Sthuti Mandala menyampaikan, dalam gugatanya, pihaknya menuntut ganti rugi materiil kepada Lion Air sebesar Rp 45 juta serta immateriil Rp 11 miliar. saat ini perkara ini masih dalam tahap mediasi dengan mediator I Putu Suwika.
Lebih lanjut Sthuti Mandala memaparkan kasus ini berawal dari kliennya mendapat undangan dari Tjokro Group untuk mengikuti seminar. Dimana dalam acara itu kliennya ditunjuk sebagai pembicara (moderator) yang diselenggarakan selama tiga hari mulai pada 14-16 Oktober 2011. Selama menjadi moderator kliennya akan diberikan honor Rp 45 juta.
“Untuk mengikuti kegiatan ini, penggugat sudah mempersiapkan diri hampir enam bulan,” ujar Sthuti Mandala.
Karena penggugat merupakan pelanggan setia pesawat Lion Air maka setiap berangkat ke Jakarta penggugat menggunakan pesawat Lion Air, termasuk dalam acara seminar tersebut. Setelah beberapa lama menunggu waktu keberangkatan penerbangan Lion Air flight No JT 0033 yang ditetapkan oleh tergugat yaitu jam 18.45, ternyata pesawat belum juga terbang. Atas kejadian ini penggugat berusaha untuk mengkonfirmasi kepada salah satu staff Lion Air tentang kepastian waktu kerangkatan pesawat yang dinaiki tergugat. Tetapi penggugat tidak mendapatkan jawaban yang pasti.
Berhubung pentingnya acara yang akan diikuti oleh penggugat, maka penggugat terus berusaha mencari informasi melalui petugas counter Lion Air ternyata delay selama 2 jam. Hal ini sesuai dengan dengan surat keterangan (Notice Dealy) pihak tergugat tertanggal 14 Oktober 2011.
Kemudian penggugat menuju ke tempat penjualan tiket Sriwijaya Air, yang counternya masih buka, namun penggugat diminta cepat-cepat untuk membeli tiket, karena 15 menit lagi counter akan tutup. Untuk itu penggugat mencoba untuk mengkonfirmasi kembali kepada manajemen Lion Air dengan maksud agar penggugat dipindahkan menggunakan maskapai penerbangan lainnya.
“Dengan harapan agar tepat tiba di Jakarta karena acara seminar dimulai pukul 19.30,” tegas Sthuti Mandala.
Upaya yang dilakukan penggugat ternyata sia-sia karena tergugat tidak bersedia mencarikan atau mengganti penerbangan penggugat. Tergugat hanya bersedia me-refund tiket penggugat, sedangkan untuk pindah pesawat menjadi urusan penggugat.
“Karena lama berdebat tidak membuahkan hasil penggugat akhirnya pindah ke Sriwijaya Air namun sayang counternya sudah tutup. Sedangkan maskapai penerbangan yang lain boarding timenya jam 22.00, mundur dari waktu sebelumnya pada pukul 19.15.
“Kondisi seperti ini tergugat telah beritikad tidak baik dalam melakukan kegiatan usahanya (telah bertentangan dengan ketentuan pasal 7 huruf a Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,” ujar pria yang pernah menjadi hakim tersebut.
Tidak itu saja penggugat juga menuding Lion Air telah ingkar janji (wanprestasi) karena peswat milik tergugat akhirnya baru berangkat pada jam 20.40 dan tiba di Jakarta pukul 21.15 sehingga penggugat mengalami kerugian secara materiil sebesar Rp 45 juta.
“Atas keterlambatan itu maka penggugat sebagai moderator dalam seminar itu diganti oleh orang lain,” ungkap Sthuti Mandala.
Selain itu penggugat juga mengalami kerugian immateriil karena penggugat tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari pihak penyelenggara (Tjokro Group) dan secara pasti juga akan berdampak pihak ketiga lainnya padahal penggugat bertindak sebagai mediator sudah selama 4 tahun.
“Penggugat dicap sebagai pembohong dan dikatakan sengaja menggagalkan kegiatan seminar tersebut. Padahal acara itu digagas oleh penggugat, akan tetapi karena pesawat yang penggugat tumpangi (Lion Air) mengalami keterlambatan selama dua jam sehingga penggugat merasa malu dan kecewa. Itu tidak dapat dinilai dengan uang sehingga kami menuntut ganti kerugian immateriil sebesar Rp 11 miliar,” pungkasnya. (Spy)
Kuasa Hukum Wijaya Adhi, Sthuti Mandala menyampaikan, dalam gugatanya, pihaknya menuntut ganti rugi materiil kepada Lion Air sebesar Rp 45 juta serta immateriil Rp 11 miliar. saat ini perkara ini masih dalam tahap mediasi dengan mediator I Putu Suwika.
Lebih lanjut Sthuti Mandala memaparkan kasus ini berawal dari kliennya mendapat undangan dari Tjokro Group untuk mengikuti seminar. Dimana dalam acara itu kliennya ditunjuk sebagai pembicara (moderator) yang diselenggarakan selama tiga hari mulai pada 14-16 Oktober 2011. Selama menjadi moderator kliennya akan diberikan honor Rp 45 juta.
“Untuk mengikuti kegiatan ini, penggugat sudah mempersiapkan diri hampir enam bulan,” ujar Sthuti Mandala.
Karena penggugat merupakan pelanggan setia pesawat Lion Air maka setiap berangkat ke Jakarta penggugat menggunakan pesawat Lion Air, termasuk dalam acara seminar tersebut. Setelah beberapa lama menunggu waktu keberangkatan penerbangan Lion Air flight No JT 0033 yang ditetapkan oleh tergugat yaitu jam 18.45, ternyata pesawat belum juga terbang. Atas kejadian ini penggugat berusaha untuk mengkonfirmasi kepada salah satu staff Lion Air tentang kepastian waktu kerangkatan pesawat yang dinaiki tergugat. Tetapi penggugat tidak mendapatkan jawaban yang pasti.
Berhubung pentingnya acara yang akan diikuti oleh penggugat, maka penggugat terus berusaha mencari informasi melalui petugas counter Lion Air ternyata delay selama 2 jam. Hal ini sesuai dengan dengan surat keterangan (Notice Dealy) pihak tergugat tertanggal 14 Oktober 2011.
Kemudian penggugat menuju ke tempat penjualan tiket Sriwijaya Air, yang counternya masih buka, namun penggugat diminta cepat-cepat untuk membeli tiket, karena 15 menit lagi counter akan tutup. Untuk itu penggugat mencoba untuk mengkonfirmasi kembali kepada manajemen Lion Air dengan maksud agar penggugat dipindahkan menggunakan maskapai penerbangan lainnya.
“Dengan harapan agar tepat tiba di Jakarta karena acara seminar dimulai pukul 19.30,” tegas Sthuti Mandala.
Upaya yang dilakukan penggugat ternyata sia-sia karena tergugat tidak bersedia mencarikan atau mengganti penerbangan penggugat. Tergugat hanya bersedia me-refund tiket penggugat, sedangkan untuk pindah pesawat menjadi urusan penggugat.
“Karena lama berdebat tidak membuahkan hasil penggugat akhirnya pindah ke Sriwijaya Air namun sayang counternya sudah tutup. Sedangkan maskapai penerbangan yang lain boarding timenya jam 22.00, mundur dari waktu sebelumnya pada pukul 19.15.
“Kondisi seperti ini tergugat telah beritikad tidak baik dalam melakukan kegiatan usahanya (telah bertentangan dengan ketentuan pasal 7 huruf a Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,” ujar pria yang pernah menjadi hakim tersebut.
Tidak itu saja penggugat juga menuding Lion Air telah ingkar janji (wanprestasi) karena peswat milik tergugat akhirnya baru berangkat pada jam 20.40 dan tiba di Jakarta pukul 21.15 sehingga penggugat mengalami kerugian secara materiil sebesar Rp 45 juta.
“Atas keterlambatan itu maka penggugat sebagai moderator dalam seminar itu diganti oleh orang lain,” ungkap Sthuti Mandala.
Selain itu penggugat juga mengalami kerugian immateriil karena penggugat tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari pihak penyelenggara (Tjokro Group) dan secara pasti juga akan berdampak pihak ketiga lainnya padahal penggugat bertindak sebagai mediator sudah selama 4 tahun.
“Penggugat dicap sebagai pembohong dan dikatakan sengaja menggagalkan kegiatan seminar tersebut. Padahal acara itu digagas oleh penggugat, akan tetapi karena pesawat yang penggugat tumpangi (Lion Air) mengalami keterlambatan selama dua jam sehingga penggugat merasa malu dan kecewa. Itu tidak dapat dinilai dengan uang sehingga kami menuntut ganti kerugian immateriil sebesar Rp 11 miliar,” pungkasnya. (Spy)
0 comments:
Post a Comment